erek2 ceroboh

2024-10-08 01:52:57  Source:erek2 ceroboh   

erek2 ceroboh,foto cristiano ronaldo madrid,erek2 ceroboh

Jakarta, CNBC Indonesia-Dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB) Yorga Permana mengatakan menurunnya tingkat kesejahteraan kelas menengah memiliki banyak dampak negatif. Dampak yang dimaksud bukan hanya ekonomi, tapi juga secara sosial dan politik.

Yorga mengatakan fenomena berkurangnya proporsi kelas menengah dalam sebuah negara sebenarnya bukan hanya terjadi di Indonesia. Dia mengatakan fenomena serupa juga terjadi di negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat.

"Ini terjadi di hampir semua negara, di Amerika juga terjadi, terdapat kajian yang menyebutkan dari 1971 hingga hari ini kelas menengah mereka turun," kata Yorga dalam diskusi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) berjudul Kelas Menengah Turun Kelas, Senin, (9/9/2024).

Baca:
Tanda-tanda Kejatuhan Kelas Menengah RI Sudah Tercium 30 Tahun Lalu

Yorga mencontohkan menurunnya kesejahteraan kelas menengah di Amerika Serikat memiliki dampak sosial-politik yang tidak kecil. Dia mengatakan berkurangnya jumlah kelas menengah di AS, menyebabkan berkembangnya populisme di kalangan masyarakat, hingga menyebabkan sosok presiden kontroversial seperti Donald Trump bisa terpilih.

"Populisme, the rise of Donald Trump dan isu-isu lainnya muncul karena orang frustasi dengan ketiadaan pekerjaan dan ekonomi yang gitu-gitu aja bagi middle class. Jadi shrinking middle class ini adalah isu jangka panjang," kata dia.

Senada, ekonom senior Indef Bustanul Arifin juga mengingatkan bahaya dari kesejahteraan kelas menengah yang diabaikan. Dia menyebut apabila proporsi kelas menengah terus tergerus, maka sebuah negara cenderung dibayangi oleh revolusi.

Bustanul mengatakan fenomena tersebut kerap terjadi di negara-negara Amerika Latin, seperti Venezuela, Kolombia maupun Panama. Di negara-negara itu, kata dia, jumlah kelas menengah amat sedikit hingga menimbulkan ketidakpastian politik.

"Itu dari pengalaman negara latin, kelas menengahnya bolong, kalau turun terlalu jauh kita ngeri revolusi," kata Bustanul.

Baca:
Catat! Derita Kelas Menengah Alasan Banyak Negara Serukan Revolusi

Bustanul menjelaskan struktur sosial-ekonomi di Amerika Latin yang timpang. Dia mengatakan proporsi kelas menengah tidak cukup menjadi bantalan antara si kaya dan si miskin.

"Dari tuan tanah, ada kelas menengah sedikit, lalu lompat ke bawah, that is dangerous, teori ini cukup solid. Teorinya dikenal dengan nama hollow middle, lubang di tengah itu tidak baik ya," kata dia.

Bustanul mengatakan kondisi kelas menengah di Indonesia memang belum seburuk di Amerika Latin. Namun, kata dia, penurunan proporsi kelas menengah yang terjadi belakangan ini perlu mendapatkan perhatian apabila RI tak mau bernasib sama dengan Amerika Latin.

"Indonesia perlu belajar banyak dari konteks Amerika Latin ini," kata dia.

Sebelumnya, kondisi kelas menengah di Indonesia tengah menjadi sorotan. Banyak kelas menengah ditengarai jatuh ke kelompok ekonomi yang lebih rendah karena sulitnya mencari pekerjaan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah kelas menengah berkurang 9,48 juta orang pada periode 2019-2024. Penurunan proporsi kelas menengah ini ditengarai disebabkan oleh Pandemi Covid-19.


(rsa/mij) Saksikan video di bawah ini:

Video: Kelas Menengah, Sudah Kena PHK Tertimpa Pajak Pula

iframe]:absolute [&>iframe]:left-0 [&>iframe]:right-0 [&>iframe]:h-full">Next Article Video: Inflasi Naik, Properti Indonesia Masih Dilirik?

Read more