skor persija tadi malam

2024-10-08 00:22:03  Source:skor persija tadi malam   

skor persija tadi malam,jadwal persib putaran ke 2 2023,skor persija tadi malamJakarta, CNN Indonesia--

Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan Indonesia kepada Prabowo Subianto pada 28 Oktober 2024 mendatang. Selain angan dan cita-cita bangsa, Jokowi juga bakal mewariskan utang jumbo kepada penerusnya.

Setidaknya, jumlah utang yang akan diwariskan Jokowi kepada presiden terpilih itu mencapai lebih dari Rp8.000 triliun.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam buku APBN KiTa mencatat, per semester I 2024 saja, utang pemerintah sudah mencapai Rp8.444,87 triliun. Jumlah itu setara 39,13 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan porsinya, 87,85 persen atau Rp7.418,76 triliun utang berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) dan sebesar 12,15 persen atau Rp1.026,11 triliun berasal dari pinjaman. Sisanya, utang berasal dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp38,10 triliun dan pinjaman luar negeri Rp988,01 triliun.

Warisan utang Jokowi ke Prabowo lebih besar dibandingkan yang diwariskan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada Jokowi. Pada 2014, utang pemerintah tercatat sebesar Rp2.609 triliun.

Gunung utang bernilai lebih dari Rp8.000 triliun yang bakal diwariskan Jokowi ke Prabowo itu bakal mulai terasa di tahun pertama pemerintahan pensiunan jenderal TNI itu.

Prabowo langsung dihadapkan dengan pembayaran utang jatuh tempo Rp800,33 triliun di 2025. Rinciannya, Rp705,5 triliun dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp94,83 triliun lainnya berupa pinjaman.

Lihat Juga :
Warisan Utang Jokowi ke Prabowo Lebih dari Rp8.000 T

Utang itu belum termasuk bunganya, yang pada 2025 menembus Rp552,85 triliun. Jika ditotal, utang jatuh tempo dan bunga yang harus dibayar Prabowo di tahun pertamanya menjabat sebagai presiden adalah Rp1.353,1 triliun.

Lantas apakah beban utang yang diwariskan kepada Prabowo itu masih terbilang aman? Apalagi ia memiliki sejumlah program unggulan yang perlu dana besar seperti makan siang bergizi gratis.

Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Misbah Hasan menilai warisan utang itu bakal membebani APBN Prabowo. Ini terutama di tahun pertama Prabowo-Gibran.

Misbah bahkan berpendapat beban utang dan bunganya sudah memberikan lampu kuning. Artinya, pemerintah harus waspada.

Lihat Juga :
Bisakah Badan Gizi Kelola Rp71 T di Usia yang Masih 'Bayi'?

"Sebenarnya, beban utang dan bunga utang Indonesia sudah mengkhawatirkan karena sudah menyentuh 39 persen hingga 40 persen terhadap PDB. Batasnya memang 60 persen terhadap PDB, tapi pemerintah harus hati-hati dalam menambah utang baru ke depan," katanya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (20/8).

Oleh karena itu, Misbah mengatakan yang perlu dievaluasi secara komprehensif adalah efektivitas penggunaan utang selama ini. Maklum, penggunaan utang selama ini disinyalir belum berdampak pada kesejahteraan masyarakat ataupun pertumbuhan ekonomi.

Ia menyebut penurunan kemiskinan di akhir pemerintahan Jokowi hanya bersifat artifisial. Pasalnya, capaian itu didapat berkat penyaluran bansos.

Jadi, kata Misbah, itu hanya obat sementara. Menurutnya, hampir 23,4 persen masyarakat Indonesia berada di posisi kerentanan tinggi.

Lihat Juga :
ANALISISWas-was Pagu Makan Gratis Rp71 T Terkuras Operasional-Gaji Badan Gizi

Karena beban utang yang berat, Misbah berpendapat hal itu akan mengganggu keberlangsungan program kerja Prabowo, misalnya makan bergizi gratis.

Buntutnya, Prabowo bisa saja malah menambah utang lagi. Untuk menghindari hal ini, Misbah menilai Prabowo sebaiknya mengurangi saja jumlah kementerian demi menekan anggaran.

"Nambah utang akan tetap dilakukan pada masa pemerintahan Prabowo ini. Selain itu, harusnya ada perampingan kementerian, bukan malah menggemukkannya agar lebih efektif," ucap Misbah.

"Selain itu, pemerintah Prabowo-Gibran perlu lebih serius dalam melihat potensial loss pajak yang sangat besar dari perusahaan-perusahaan ekstraktif," sambungnya.

Bersambung ke halaman berikutnya...

Kecurigaan Misbah itu tampaknya memang terbukti. Lihat saja, dalam dokumen Nota Keuangan Rancangan APBN (RAPBN) 2025, pemerintahan Prabowo akan menarik utang baru sebesar Rp775,9 triliun. Jumlah itu melesat dari outlook pembiayaan utang 2024 sebesar Rp553,1 triliun.

"Dalam RAPBN tahun anggaran 2025, pembiayaan utang direncanakan sebesar Rp775.867,5 miliar yang akan dipenuhi melalui penarikan pinjaman dan penerbitan SBN," bunyi dokumen Nota Keuangan RAPBN 2025.

Ruang Gerak APBN Terbatas

Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan kalau mengukur dalam 10 tahun terakhir, proporsi belanja bunga utang terhadap total belanja pemerintah pusat memang meningkat signifikan.

Disaat yang bersamaan, pos belanja yang sifatnya lebih produktif seperti belanja modal secara proporsi peningkatannya relatif kecil. Menurutnya, hal ini tidak baik.

Lihat Juga :
IHSG Diproyeksi 'Ngegas' Hari Ini

"Untuk tahun depan kami melihatnya masih sama. Artinya dengan tambahan belanja beban bunga utang, tentu pemerintahan terpilih masih harus menjaga agar ruang fiskal masih sesuai dengan target terutama defisit anggaran yang ditetapkan 2,52 persen," kata Yusuf.

Karenanya, keleluasaan Prabowo dalam menetapkan tambahan anggaran terutama di periode berjalan APBN 2025 tidak akan terlalu luwes. Pasalnya, penambahan anggaran masih akan bersaing dengan kebutuhan untuk membayar jatuh tempo utang dan juga program lain.

Dalam situasi ini, Yusuf berpendapat pemerintahan Prabowo akan mengambil opsi realokasi anggaran. Sebab, penambahan defisit anggaran akan berkorelasi terhadap penambahan utang.

"Dan saya kira secara politik ini masih akan tidak cukup populer dan tentu akan ada konsekuensi dalam jangka menengah hingga panjang," imbuh Yusuf.

Lihat Juga :
GoPro PHK 139 Karyawan Demi Tekan Biaya Operasional

Adapun konsekuensi yang ia maksud seperti potensi tidak tercapainya target dari kementerian dan lembaga yang terkena dampak relokasi anggaran tersebut.

Yusuf mengatakan ada peluang pemerintah daerah ataupun kementerian/lembaga di level pusat melakukan penyesuaian belanja.

"Saya kira penyusunan belanja ini bisa saja mempengaruhi total realisasi dari kementerian/lembaga tersebut atau pemerintah daerah," katanya.

Di sisi lain, Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menuturkan nilai cicilan pokok dan biaya bunga yang harus ditanggung di 2025 mencapai Rp1.335 triliun, merupakan rekor bagi Indonesia.

Wijayanto mengatakan dengan target pendapatan sekitar Rp2.996 triliun, maka rasio cicilan pokok plus bunga dan pendapatan negara (DSR) mencapai 44,6 persen. Bahkan, kata dia, DSR 2026 berpotensi melampaui 50 persen, ini jauh di atas batas aman 25 persen hingga 30 persen.

"Risiko DSR yang tinggi tersebut adalah tingkat suku bunga harus dinaikkan supaya SUN (Surat Utang Negara) kita terserap pasar," kata dia.

[Gambas:Photo CNN]

Ia memaparkan RAPBN 2025 memproyeksikan suku bunga SUN 10 tahun mencapai hingga 7,2 persen. Tetapi, jika melihat trend, maka target suku bunga tersebut akan terlampaui.

Bandingkan dengan Malaysia, di mana bunga surat utang negara 10 tahun hanya 3,79 persen, ini karena DSR Malaysia hanya 16 persen saja. Di level itu pun mereka sudah mulai sangat berhati-hati menerbitkan utang.

Negara lain seperti Thailand, Filipina dan Vietnam, mempunyai Tingkat bunga Surat Utang Pemerintah 10 tahun yang juga lebih rendah dari Indonesia, yaitu 2,59 persen, 6,06 persen, dan 2,77 persen. Padahal, tingkat inflasi RI lebih rendah atau setara dengan mereka.

"Gap bunga yang lebar antara surat utang Indonesia, dengan negara tetangga tersebut, selain disebabkan oleh DSR yang tinggi dan strategi penerbitan utang yang lemah, juga dikarenakan adanya begitu banyak beban tersembunyi pemerintah," jelas Wijayanto.

Beban itu seperti penundaan komitmen pemerintah ke PLN dan Pertamina, potensi pembayaran restitusi yang menggelembung di 2025, utang BUMN yang berpotensi bermasalah di 2025, dan berbagai penjaminan oleh pemerintah yang berpotensi meledak di tahun-tahun mendatang.

[Gambas:Video CNN]



Read more