erek erek18

2024-10-08 06:11:32  Source:erek erek18   

erek erek18,erek tuan tanah,erek erek18

Jakarta, CNBC Indonesia- Bank Dunia mengungkap bagaimana middle income trap kini menghambat pertumbuhan 108 negara di dunia. Negara-negara itu terjebak sebagai negara berpenghasilan menengah dan sangat sulit untuk menjadi negara berpenghasilan tinggi.

Ini terjadi meskipun negara-negara itu mengalami pertumbuhan ekonomi dan penurunan tingkat kemiskinan. Ini bahkan termasuk ekonomi utama seperti China, Brasil, Turki, India dan Indonesia.

Pilihan Redaksi
  • China Babak Belur Dikeroyok Asing, Amerika Makin Ganas
  • Investor Masih Gamang, Yellen Ungkap Situasi Ekonomi AS Sebenarnya
  • Siaga PD 3, NATO Bereaksi Drone Rusia Tembus 2 Negara NATO
  • Warga RI Hati-Hati di India, Mpox Sudah Masuk

"Saat ini, perangkap pendapatan menengah terus membebani lebih dari 100 negara di seluruh dunia," demikian isi laporan Pembangunan Dunia 2024 Bank Dunia (World Bank), seperti dikutip World Economic Forum (WEF), Senin (9/9/2024).

"Setidaknya, menurut Bank Dunia, ada 108 negara yang terjebak dalam Middle Trap Income," muat laman itu lagi.

Middle income trapsendiri awalnya dicetuskan oleh Bank Dunia pada 2007 lalu. Istilah tersebut mulanya digunakan untuk menggambarkan situasi tersebut di negara-negara yang sebagian besar berada di Amerika Latin dan Timur Tengah.

Laporan Bank Dunia menggambarkan middle income trapsebagai situasi di mana negara-negara berpenghasilan menengah menghadapi hambatan serius, terkait pertumbuhan ekonomi, persaingan upah, dan inovasi, dan sering kali bergantung pada "kebijakan yang didasarkan pada ukuran efisiensi ekonomi yang dangkal. Laporan tersebut menambahkan bahwa keadaan tersebut membuat negara-negara berpendapatan menengah sangat rentan terhadap perlambatan dini dalam pembangunan.

Bank Dunia berpendapat bahwa prospek pertumbuhan bagi negara-negara berpendapatan menengah bergantung pada kemampuan mereka untuk meningkatkan produksi melalui inovasi, suatu prestasi yang sulit dicapai oleh banyak negara ekonomi dalam skala besar. Laporan organisasi tersebut menambahkan bahwa bagi banyak negara berpendapatan menengah, mencapai status pendapatan tinggi dapat memakan waktu beberapa generasi jika tingkat pertumbuhan ekonomi saat ini bertahan.

"Sebagian besar negara berpendapatan menengah masih terpaku pada pendekatan dari abad lalu: kebijakan yang sangat difokuskan pada menarik investasi," kata Indermit Gill, Kepala Ekonom Bank Dunia dan anggota komunitas Kepala Ekonom Forum Ekonomi Dunia.

"Itu sama saja dengan mengendarai mobil dengan gigi satu: butuh waktu lama untuk sampai ke tujuan," tambahnya.

Cara Keluar

Dalam beberapa dekade terakhir, hanya beberapa lusin negara yang telah berkembang dari negara berpendapatan menengah menjadi negara berpendapatan tinggi. Negara-negara tersebut termasuk Arab Saudi, Latvia, Bulgaria, dan Korea Selatan (Korsel).

Dalam laporannya, Bank Dunia menguraikan tiga pendekatan yang dapat diikuti oleh negara-negara untuk menghindari middle income trap. Rencana tersebut, yang dijuluki strategi 3i, mulai dari investasi, investasi dan infusi, serta investasi, infusi, dan inovasi.

Fase 1i (investasi) ialah khusus untuk negara-negara berpendapatan rendah. Dalam fase ini, negara-negara itu harus fokus untuk merancang kebijakan yang bisa meningkatkan investasi, hingga akhirnya mampu masuk ke dalam status negara berpendapatan menengah bawah.

Fase 2i (investasi dan infusi) ialah ketika sudah naik kelas, mereka harus bisa mengkombinasikan investasi yang masuk dengan infusi atau mengadopsi teknologi dari luar negeri untuk dimanfaatkan ke seluruh lini perekonomiannya. Hingga akhirnya naik kelas ke tahap negara berpendapatan menengah ke atas.

Fase 3i (investasi, infusi, dan inovasi) ialah ketika sampai pada tataran pendapatan menengah atas, negara itu tidak lagi boleh mengadopsi atau meminjam ide teknologi dalam kegiatan produksi perekonomiannya, melainkan harus mencapai tahap inovasi, yakni mendobrak batasan-batasan pengembangan teknologi.

Laporan Bank Dunia memuji Korsel sebagai contoh negara yang telah menerapkan strategi 3i secara efektif. Pada tahun 1970-an dan 1980-an, Korrsel melakukan reformasi untuk mendorong investasi swasta dan kebijakan industri yang meningkatkan penggunaan teknologi dan efisiensi produksi.

"Pertumbuhan ekonomi selanjutnya sangat mengejutkan; pendapatan per kapita Korsel meningkat dari US$1.200 pada tahun 1960 menjadi US$33.000 pada tahun 2023," tambahnya.

Gill menyebut bahwa untuk mencapai status berpendapatan tinggi, pemerintah di negara-negara berpendapatan menengah harus memberlakukan kebijakan persaingan yang menciptakan keseimbangan yang sehat antara perusahaan. Mulai dari perusahaan besar hingga perusahaan rintisan.

"Manfaatnya akan lebih besar ketika para pembuat kebijakan tidak terlalu fokus pada ukuran perusahaan dan lebih pada nilai yang dibawanya ke ekonomi, dan ketika mereka mendorong mobilitas ke atas semua warga negara mereka alih-alih terpaku pada kebijakan zero-sum untuk mengurangi ketimpangan pendapatan," pungkas Gill.


(sef/sef) Saksikan video di bawah ini:

Video: Bank Dunia Modali Negara Kepulauan Pasifik Lebih Dari Rp 1 T

iframe]:absolute [&>iframe]:left-0 [&>iframe]:right-0 [&>iframe]:h-full">Next Article Duh! Bank Dunia Bilang 1 dari 4 Negara Berkembang Bakal Lebih Miskin

Read more