topcer88 login

2024-10-08 01:39:39  Source:topcer88 login   

topcer88 login,total sportek liverpool,topcer88 login

Jakarta, CNBC Indonesia -Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) UI menilai penerapan tiket KRL atau commuterline berbasis nomor induk kependudukan (NIK) akan menyebabkan sebagian pengguna, terutama yang tidak memenuhi kriteria penerima subsidi PSO berdasarkan NIK, harus membayar biaya transportasi yang lebih mahal.

Hal ini terungkap dalam laporan khusus LPEM UI yang disusun oleh Andhika P. Pratama, Firli W. Wahyuputri dan Yusuf Reza Kurniawan yang dirilis bulan ini.

Dikutip dari laporan tersebut, LPEM menilai bagi kelompok yang tidak memenuhi kriteria ini pengaruh dari kenaikan biaya transportasi terhadap pilihan moda transportasi akan sangat bergantung pada total biaya dari alternatif moda transportasi yang dimiliki.

Baca:
Tiket KRL Tahun Depan Pakai NIK, Menhub Respons Bilang Begini

"Jika tarif KRL pasca kebijakan masih lebih rendah dari biaya transportasi menggunakan moda transportasi lain, maka tidak akan ada perubahan perilaku commuting dari kelompok ini," tulis Andhika dan kawan-kawan, dikutip Kamis (12/9/2024).

Dalam kondisi di atas, LPEM memastikan penerapan tiket berbasis NIK tidak akan berdampak signifikan terhadap tingkat kemacetan di Jabodetabek. Hanya saja, kelompok pengguna KRL yang tidak memenuhi kriteria subsidi PSO akan mengalami penurunan tingkat kesejahteraan karena kenaikan biaya transportasi akan menggerus alokasi belanja lain.

Meskipun Pemerintah belum memberikan informasi lebih detail mengenai skema tarif baru tersebut, namun kemungkinan besar penerapan kebijakan tersebut berupa pembatasan tarif KRL bersubsidi hanya berlaku untuk pengguna dengan NIK yang masuk ke dalam daftar penerima subsidi.

Dengan demikian, LPEM menyimpulkan besar kemungkinan pengguna KRL dengan tingkat pendapatan menengah yang akan menghadapi tarif baru yang lebih mahal.

Baca:
RI Krisis Pekerjaan Layak, Banyak Orang Terjebak Jadi Driver Ojol

Menurut LPEM, data dari Survei Komuter Jabodetabek 2019 menunjukkan bahwa profil pendapatan masyarakat pengguna moda KRL yang berada di rentang Rp2-5 juta per bulan mencapai 53,7%.

"Masyarakat pada rentang pendapatan ini masuk dalam kategori kelas menengah di Indonesia," tulis LPEM.

Dengan demikian, meskipun kebijakan ini berpotensi tidak mengubah pola commuting masyarakat, namun ada peluang terjadinya penurunan kesejahteraan. Maka kebijakan ini menjadi satu dari sekian kebijakan yang bisa berdampak pada penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat kelas menengah.

"Hal ini berpotensi meningkatkan tekanan pada kelas menengah, yang selama tahun 2018 - 2023 mengalami penurunan proporsi di perekonomian," ungkap LPEM.

Baca:
China Mulai Mencengkeram Proyek Kereta Api RI, Ada Whoosh-KRL-LRT

Lebih jauh, LPEM mencatat jika penerapan tiket berbasis NIK ini menyebabkan kenaikan tarif yang melebihi biaya transportasi dengan moda lain, maka kebijakan ini berisiko meningkatkan tingkat kemacetan.

Patut dipahami, keputusan seseorang memilih moda transportasi yang digunakan bergantung pada total biaya (mencakup biaya finansial seperti tiket, bensin, dan tol, serta biaya non-finansial seperti durasi perjalanan dan tingkat kenyamanan) dari tiap-tiap opsi moda transportasi yang dimiliki.

"Bagi pengguna yang memiliki kendaraan pribadi, kenaikan tarif KRL bisa saja mendorong opsi berkendara sendiri ke tempat kerja menjadi lebih menguntungkan," ungkap LPEM.

Peralihan sebagian pengguna KRL ke kendaraan pribadi tentu saja meningkatkan volume kendaraan di wilayah Jabodetabek. Dengan demikian, ini menjadi salah satu potensi konsekuensi penerapan tiket berbasis NIK yang perlu diperhatikan oleh pemerintah.

Baca:
Tarif KRL dan PPN Naik 2025, Siap-Siap Chilean Paradox Melanda RI

Andhika dan tim juga menegaskan rencana penerapan tiket berbasis NIK juga berpotensi menimbulkan isu pengawasan ke depannya. Dalam teori penerapan 3rd degree price discrimination, salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah bagaimana sebuah barang tidak dapat dijual atau dipindahtangankan kepada pihak lain dengan harga berbeda (tradeable goods).

"Dalam kasus kebijakan tiket berbasis NIK, dapat dibayangkan bahwa akan ada banyak pihak yang berhak atas subsidi KRL namun tidak menggunakan KRL sehari-hari yang akan mengambil margin dari kebijakan ini dengan menjual (mengalihkan) hak penggunaan NIK-nya kepada pihak lain yang tidak berhak namun menggunakan KRL sehari-hari," papar LPEM.

Tentu saja, hal ini akan menimbulkan isu praktik ilegal dan meningkatkan biaya pengawasan dari kebijakan ini sehingga, efek samping dari kebijakan ini menjadi jauh lebih besar dari yang seharusnya.


(haa/haa) Saksikan video di bawah ini:

Video: Pengguna KRL Bersiap! Pemerintah Kaji Kenaikan Tiket

iframe]:absolute [&>iframe]:left-0 [&>iframe]:right-0 [&>iframe]:h-full">Next Article KRL Bakal Sampai Karawang, Ini Target Penyelesaiannya!

Read more